Dari Ibnu Mas’ud ra bahawasanya Rasulullah SAW bersabda:
Ajalku hampir tiba, dan akan pindah ke hadhrat Allah, ke Sidratulmuntaha dan ke Jannatul Makwa serta ke Arsyila’la.”
Kami bertanya lagi: “Siapakah yang akan memandikan baginda ya Rasulullah? Rasulullah menjawab: Salah seorang ahli baitku.
Kami bertanya: Bagaimana nanti kami mengafani baginda ya Rasulullah?
Baginda menjawab: “Dengan bajuku ini atau pakaian Yamaniyah.”
Kami bertanya: “Siapakah yang mensolatkan baginda di antara kami?” Kami menangis dan Rasulullah SAW pun turut menangis.
Kemudian baginda bersabda: “Tenanglah, semoga Allah mengampuni kamu semua. Apabila kamu semua telah memandikan dan mengafaniku, maka letaklah aku di atas tempat tidurku, di dalam rumahku ini, di tepi liang kuburku, kemudian keluarlah kamu semua dari sisiku. Maka yang pertama-tama mensholatkan aku adalah sahabatku Jibril as. Kemudian Mikail, kemudian Israfil kemudian Malaikat Izrail (Malaikat Maut) beserta bala tenteranya. Kemudian masuklah kalian dengan sebaik-baiknya. Dan hendaklah yang mula sholat adalah kaum lelaki dari pihak keluargaku, kemudian yang wanita-wanitanya, dan kemudian kamu sekalian.”
Sehari menjelang baginda wafat yaitu pada hari Ahad, penyakit baginda semakin bertambah serius. Pada hari itu, setelah Bilal bin Rabah selesai mengumandangkan azannya, ia berdiri di depan pintu rumah Rasulullah, kemudian memberi salam: “Assalamualaikum ya Rasulullah?” Kemudian ia berkata lagi “Assholah yarhamukallah.”
Kemudian Rasulullah SAW memanggil Ali bin Abi Thalib dan Abbas ra, sambil dibimbing oleh mereka berdua, maka baginda berjalan menuju ke masjid. Baginda sholat dua rakaat, setelah itu baginda melihat kepada orang ramai dan bersabda: “Ya ma’aasyiral Muslimin, kamu semua berada dalam pemeliharaan dan perlindungan Allah, sesungguhnya Dia adalah penggantiku atas kamu semua setelah aku tiada. Aku berwasiat kepada kamu semua agar bertakwa kepada Allah SWT, kerana aku akan meninggalkan dunia yang fana ini. Hari ini adalah hari pertamaku memasuki alam akhirat, dan sebagai hari terakhirku berada di alam dunia ini.”
Malaikat Maut Datang Bertamu
Pada esoknya, yaitu Senin, Allah mewahyukan kepada Malaikat Maut supaya ia turun menemui Rasulullah SAW dengan berpakaian sebaik-baiknya. Dan Allah menyuruh kepada Malaikat Maut mencabut nyawa Rasulullah SAW dengan lemah lembut. Seandainya Rasulullah menyuruhnya masuk, maka ia dibolehkan masuk, namun jika Rasulullah SAW tidak mengizinkannya, ia tidak boleh masuk, dan hendaklah ia kembali saja.
Maka turunlah Malaikat Maut untuk menunaikan perintah Allah SWT. Ia menyamar sebagai seorang biasa. Setelah sampai di depan pintu tempat kediaman Rasulullah SAW, Malaikat Maut itupun berkata: “Assalamualaikum Wahai ahli rumah kenabian, sumber wahyu dan risalah!” Siti Fatimah pun keluar menemuinya dan berkata kepada tamunya itu: “Maafkanlah, ayahku sedang demam”, kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya,
Kemudian Malaikat Maut itu memberi salam lagi: “Assalamualaikum. Bolehkah saya masuk?” Akhirnya Rasulullah SAW mendengar suara Malaikat Maut itu, lalu baginda bertanya kepada puterinya Fatimah: “Siapakah itu wahai anakku?” Fatimah menjawab: “Seorang lelaki, sepertinya baru sekali ini saya melihatnya,” tutur Fatimah lembut.
Rasulullah SAW bersabda: “Tahukah kamu siapakah dia, wahai anakku?” Fatimah menjawab: “Tidak wahai Rasulullah.” Lalu Rasulullah SAW menjelaskan sambil menatap wajah anaknya, seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang “Wahai Fatimah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut.” Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya.
Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Masuklah, Wahai Malaikat Maut. Maka masuklah Malaikat Maut itu sambil mengucapkan ‘Assalamualaika ya Rasulullah.” Rasulullah SAW pun menjawab: Waalaikassalam Ya Malaikat Maut. Engkau datang untuk berziarah atau untuk mencabut nyawaku?”
Malaikat Maut menjawab: “Saya datang untuk ziarah sekaligus mencabut nyawa. Jika anda izinkan akan saya lakukan, kalau tidak, saya akan pulang.
Rasulullah SAW bertanya: “Wahai Malaikat Maut, di mana engkau tinggalkan kecintaanku Jibril? “Saya tinggal dia di langit dunia” Jawab Malaikat Maut.
Baru saja Malaikat Maut selesai bicara, tiba-tiba Jibril as datang kemudian duduk di samping Rasulullah SAW. Maka bersabdalah Rasulullah SAW: “Wahai Jibril, tidakkah engkau mengetahui bahawa ajalku telah dekat? Jibril menjawab: Ya, Wahai kekasih Allah.”
Ketika Sakaratul Maut Tiba
Seterusnya Rasulullah SAW bersabda: “Beritahu kepadaku Wahai Jibril, apakah yang telah disediakan Allah untukku di sisinya? Jibril pun menjawab; “Bahawasanya pintu-pintu langit telah dibuka, sedangkan malaikat-malaikat telah berbaris untuk menyambut rohmu.”
Rasulullah SAW bersabda: “Segala puji dan syukur bagi Tuhanku. Wahai Jibril, apa lagi yang telah disediakan Allah untukku? Jibril menjawab lagi: Bahawasanya pintu-pintu Syurga telah dibuka, dan bidadari-bidadari telah berhias, sungai-sungai telah mengalir, dan buah-buahnya telah ranum, semuanya menanti kedatangan rohmu.”
Rasulullah SAW bersabda lagi: “Segala puji dan syukur untuk Tuhanku. Beritahu lagi wahai Jibril, apa lagi yang di sediakan Allah untukku? Jibril menjawab: Aku memberikan berita gembira untuk anda wahai kekasih Allah. Engkaulah yang pertama-tama diizinkan sebagai pemberi syafaat pada hari kiamat nanti.”
Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Segala puji dan syukur, aku panjatkan untuk Tuhanku. Wahai Jibril beritahu kepadaku lagi tentang khabar yang menggembirakan aku?”
Jibril as bertanya: “Wahai kekasih Allah, apa sebenarnya yang ingin tuan tanyakan? Rasulullah SAW menjawab: “Tentang kegelisahanku, apakah yang akan diperolehi oleh orang-orang yang membaca Al-Quran sesudahku? Apakah yang akan diperolehi orang-orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan sesudahku? Apakah yang akan diperolehi orang-orang yang berziarah ke Baitul Haram sesudahku?”
Jibril menjawab: “Saya membawa khabar gembira untuk baginda. Sesungguhnya Allah telah berfirman: Aku telah mengharamkan Syurga bagi semua Nabi dan umat, sampai engkau (Muhammad) dan umatmu memasukinya terlebih dahulu.”
Maka berkatalah Rasulullah SAW: “Sekarang, tenanglah hati dan perasaanku. Wahai Malaikat Maut dekatlah kepadaku” Lalu Malaikat Maut pun berada dekat Rasulullah SAW.
Imam Ali kw, bertanya: “Wahai Rasulullah SAW, siapakah yang akan memandikan anda dan siapakah yang akan mengafaninya? Rasulullah menjawab: Adapun yang memandikan aku adalah engkau wahai Ali, sedangkan Ibnu Abbas menyiramkan airnya dan Jibril akan membawa hanuth (minyak wangi) dari dalam Syurga.
Kemudian Malaikat Maut pun mulai mencabut nyawa Rasulullah. Ketika roh baginda sampai di pusat perut, baginda berkata: “Wahai Jibril, alangkah pedihnya maut.”
Mendengar ucapan Rasulullah itu, Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya menunduk semakin dalam, Jibril as memalingkan mukanya. Lalu Rasulullah SAW bertanya: “Wahai Jibril, apakah engkau tidak suka memandang mukaku? Jibril menjawab: Wahai kekasih Allah, siapakah yang sanggup melihat muka baginda, sedangkan baginda sedang merasakan sakitnya maut?”
“Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku” “peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu.”
Diluar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
“Ummatii,ummatii, ummatiii” – “Umatku, umatku, umatku”
Fathimah Az-Zahra` a.s. di masa-masa terakhir Kehidupan Rasulullah SAWW
Di akhir-akhir umurnya Rasulullah SAWW, Fathimah a.s. menatap wajah ayahnya yang bercahaya dan mengalirkan keringat dingin. Sambil menangis ia menatap ayahnya. Sang ayah tidak tega melihat putrinya menangis dan gelisah. Akhirnya sang ayah membisikkan sebuah ucapan di telinganya sehingga ia tenang dan tersenyum. Senyumnya pada masa-masa krisis seperti itu terlihat sangat aneh. Mereka bertanya kepadanya: “Rahasia apakah yang telah ia ucapkan?” Ia hanya menjawab: “Selama ayahku hidup aku akan bungkam seribu bahasa”. Setelah Rasulullah SAWW meninggal dunia, ia membongkar rahasia itu. Fathimah a.s. berkata: “Ayahku mengatakan kepadaku bahwa engkau adalah orang pertama dari Ahlul Baytku yang akan menyusulku. Oleh karena itu, aku bahagia”.
Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya?
Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa alih wasalam. Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.
No comments:
Post a Comment